We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Bab 170
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 170

Selena terkejut sejenak dan begitu tersadar, dia langsung mendorong Harvey.

Tidak ada alasan lain, hanya karena Harvey sudah menyentuh orang lain, Jalu menyentuhnya,

membuat Selena merasa jijik.

Namun usahanya sia–sia, telapak tangan besar pria ini menekan kepala

belakangnya, sehingga memperdalam ciuman mereka.

Selena mengernyitkan dahinya dan ingin menggigitnya, tetapi ketahuan olehnya

sehingga dia langsung meletakkan kedua tangannya di pipi Selena.

Pria dan wanita memiliki perbedaan kekuatan fisik yang sangat jelas, Selena pun

hanya bisa pasrah menerima perlakuannya.

Ketika dirinya mengira akan mati kehabisan napas, Harvey akhirnya

melepaskannya.

Selena Bennett memandangnya dengan mata yang memerah, seperti seekor kelinci. kecil yang marah.

Harvey menatapnya dengan dingin dan berkata, “Kenapa? Aku enggak boleh

menyentuhmu?”

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Tanpa menunggu jawabannya, jari–jarinya menekan pipi Selena semakin kuat dan menatapnya

dengan tatapan dingin.

Selena mengerutkan keningnya dan membatin, ‘Kenapa orang ini seperti orang gila.‘

“Lepaskan!” Dia melepaskan tangannya dengan susah payah dan berkata, “Kalau kamu enggak puas,

carilah Agatha, dia adalah tunanganmu.”

“Selena, sepertinya kamu sudah dewasa.

Harvey yang marah karena pergerakannya pun mencengkeram tangannya.

Selena telah belajar dari pelajaran sebelumnya dan tidak berani melawan terlalu banyak, takut hal itu

akan memaksanya masuk ke situasi yang lebih rumit.

Selena terpaksa menerima perlakuannya. Begitu melihatnya menyerah untuk

memberi perlawanan, Harvey melepaskannya dan pergi ke kamar mandi dengan tatapan roaish

Selena menggosok pipi yang terasa sakit karena ditekan oleh Harvey Emosi Harvey kini lebih tidak

menentu dibandingkan sebelumnya.

Dia diam–diam mengingatkan pada dirinya untuk jangan membuat Harvey marah

lagi.

Sepuluh menit kemudian, pria yang sudah mandi kembali keluar dengan rambut yang masih basah.

Dia berjalan melewati Selena tanpa menatapnya dan menuju

lemari pakaian.

Selena tahu betul bahwa membuatnya marah hanya akan membuatnya semakin terjebak dalam situasi

yang tidak menguntungkan.

Dia membuka lemari pakaian di sisi lain dan mengambil jas. “Pakai yang ini.”

Itu adalah setelan jas berwarna abu–abu, yang tidak hanya terlihat formal dan elegan, tetapi juga tidak

terlihat mendominasi. Sangat cocok untuk acaranya hari ini.

Harvey perlahan melangkah ke arahnya, awalnya Selena kira dia akan menolak niat baiknya, tetapi

pria ini malah menyanggah satu tangan di sisinya, Selena pun mendorongnya tanpa sadar.

Dia terus mendekat, sampai tubuhnya yang terkulai bersandar pada pakaian lembutnya, dia

menyekapnya di dalam lemari pakaian yang sempit.

Selena merasa sedikit gugup dan bingung saat melihat matanya.

“Kamu….

Harvey mengulurkan tangan untuk membelai pipinya dan berkata, “Sudah lama kamu enggak

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

memilihkan pakaian untukku.”

Selena tergugah, pria ini memang selalu bisa menarik hatinya dengan mudah.

“Bukannya kamu yang enggak pulang?” Suaranya terdengar marah dan tak berdaya.

Harvey membungkukkan tubuhnya dan mencium bibirnya, Selena hanya bisa memeluk lehernya agar

bisa mencium tubuhnya.

Tempat yang sempit membuatnya terengah–engah, tetapi dia tidak berani

mendorong Harvey lagi, dan terpaksa menerima ciumannya.

Harvey tidak bisa mengungkapkan apakah perasaannya terhadap Selena lebih cinta daripada benci

atau lebih benci daripada cinta, tetapi dia yakin satu hal

Wanita yang dia kira bisa dia lepaskan, ternyata sudah lama terukir di dalam

hatinya.

Meskipun ada kebencian dan rintangan di antara mereka, tetapi Harvey tetap ingin melaluinya dan

memeluknya lagi.

Kepalanya hanya dipenuhi satu hal, yaitu menciumnya, memilikinya dan menjadikannya miliknya.

Mata Harvey yang terkulai menatap penuh kasih sayang yang mendalam, melingkari dirinya seperti

tanaman merambat,

Dia berkata dengan suara serak, “Selena, ayo kita buat sebuah kesepakatan.”