We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Bab 214
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 214

Selena menggertakkan giginya dan mengutuk leluhur Harvey, sementara Olga

tertawa terbahak–bahak.

“Kalau nggak melihat sendiri, aku nggak akan percaya kalau Harvey begitu kekanak-

kanakan. Dia memercikkan lumpur padamu hanya karena kamu nggak mau naik ke

mobilnya. Dia nakal sekali.”

Selena mengambil handuk kering untuk membersihkan lumpur di tubuhnya. Wajah

mungilnya terlihat sangat kesal.

“Dia itu penjahat yang suka membalas dendam! Pada awalnya, aku saja mengira

otakku rusak karena menyukainya.”

“Sangat mungkin,” Olga mengangguk setuju.

Setelah melihat Selena dari atas ke bawah, dia bertanya, “Kita sudah lama nggak

bertemu, apa kamu baik–baik saja?”

Selena tidak memberitahunya bahwa dia baru–baru ini muntah darah karena marah,

“Ya, kemoterapi kali ini cukup efektif.”

Olga menyadari bahwa kondisi Selena jauh lebih baik dari sebelumnya, bahkan. ekspresi wajahnya

juga terlihat bugar.

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Olga segera menyarankan, “Maukah kamu mempertimbangkan untuk melakukan tes lagi? Jika ada

kemajuan dan sudah mencapai standar operasi, maka itu harus segera dilakukan.”

“Sebenarnya…

Selena menopang pipinya sambil melihat pemandangan di luar jendela, “Sebentar lagi, aku akan

melakukan pemeriksaan ulang.”

Tatapan Olga terlihat berbinar–binar, “Selena, apa kamu berubah pikiran?”

Aku ingin hidup sedikit lebih lama, setidaknya sampai tahu siapa orang itu.”

“Orang itu?”

Selena menggelengkan kepalanya, “Lupakan saja.”

Meskipun din jatuh ke neraka, dia harus menyeret dalang kejahatan bersamanya.

Harvey yang duduk di dalam mobil melihat seorang wanita basah kuyup oleh percikan lumpur melalui

kaca spion. Kekenalan dalam hatinya sedikit mereda.

Dia jelas tahu bahwa Selena sedang membatasi jarak di antara mereka dengan cara seperti ini.

Sebenarnya, beberapa bulan yang lalu dia ingin melepaskan Selena, tetapi sekarang Selena sudah

benar–benar masa bodoh. Dia yang jadi tidak bisa melepaskannya.

Terutama ketika Harvey memikirkan tatapan dinginnya, dia merasa gelisah tanpa

alasan

Dia merapikan dasinya, “Kembali ke kediaman Keluarga Wilson.

Agatha sangat senang melihat kedatangannya, dia secara khusus menyiapkan meja

yang besar.

Maisha baru keluar dari rumah sakit, kondisinya belum pulih dan wajahnya terlihat

agak pucat. Namun, dia tetap terus memberikan jamuan sup kepada Harvey.

Harvey bersikap terlihat agak segan, dia dengan sengaja menggoda Harvest.

Tidak peduli bagaimana dia digoda, Harvest jarang tersenyum akhir–akhir ini. Dia lebih sering melihat

keluar jendela dan merasa sedikit bahagia ketika Harvey ada di

sana

Setelah makan, Harvey bermain–main dengan Harvest di ruang tamu. Agatha pun

menyuruh Shearly, “Dekati ayah.”

Sejak lahir, Shearly sangat takut pada Harvey. Biasanya dia tidak berani mendekati

Harvey, apalagi bermain bersamanya.

“Sini.” Harvey mengangguk, Shearly dengan gemetar berjalan mendekatinya.

Dia mengulurkan tangannya dan mengangkat Shearly sambil menghiburnya dengan lembut, “Jangan

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

takut.”

Anak ini sangat mirip dengan Agatha, hanya matanya yang mirip dengan ayahnya.

+15 BONUS

Harvey mengambil sebuah buku, “Ke sini, aku akan membacakan kalian sebuah

cerita.”

Agatha melihat adegan ini dan bersumpah dalam hatinya bahwa dia harus segera menikah dengan

Harvey.

Setelah dua anak itu tidur, Agatha masuk ke dalam kamar dengan berjalan di

belakangnya.

Harvey mengunci pintu dan mengambil selimut dari lemari dengan acuh, “Seperti

kemarin saja, kamu tidur di kasur, aku tidur di sofa.”

Ekspresi Agatha terlihat sangat kecewa, “Harvey, kita akan segera menikah, kita ini

sudah jadi satu keluarga…”

Harvey memandangnya dengan sinis, tatapannya begitu ketus sehingga terasa ingin

membunuh.

“Agatha, kenapa kamu begitu terburu–buru?”

Harvey menggenggam kerah bajunya dan berkata dengan tegas, “Jangan lupakan

jati dirimu sendiri, Kakak Ipar.”