We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Bab 504
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 504 +15 BONUS “Ayah, kamu nggak boleh pergi! Kalau Ayah pergi, siapa yang bakal lindungin aku lagi? Aku takut mereka nyakitin aku lagi kayak dulu pas aku masih kecil.” “Anakku yang malang.” Selena berusaha keras membujuk Arya, “Ayah, ‘kan, belum sempat lihat anakku lahir, gimana bisa ninggalin aku kayak gini? Ayah tega ngebiarin aku menderita sendirian di dunia ini? Anakku ini sudah nggak punya ayah, masa dia harus kehilangan kakeknya juga?” Ekspresi Arya sedikit berubah, matanya menatap Selena dengan lembut dan berkata, “Nak, orang yang paling bikin aku khawatir itu kamu.” Selena mengepalkan tangannya dengan erat, “Ayah pokoknya harus bertahan, anak ini nggak boleh kehilangan kakeknya. Aku tahu Ayah pasti sudah capek banget, tapi tolong bertahan sedikit lagi demi aku sama anakku.

Kalau Ayah pergi, aku nggak punya siapa-siapa lagi di dunia ini.” Arya tidak menjawab, entah apa yang dipikirkannya. Air mata Selena mengalir deras, dia berlutut di depan Arya.

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

“Aku sudah nggak punya ibu, jadi aku nggak mau sampai aku kehilangan Ayah juga. Bukannya Ayah sayang banget sama aku? Tolong, jangan pergi.” Arya menghela napas dengan putus asa, “Oke, aku nggak akan pergi.” “Ayah!” Selena tiba-tiba membuka mata, terbangun dari mimpinya. Harvey langsung meraih tangannya, “Seli, gimana keadaanmu? Ada yang bikin kamu nggak nyaman?” [x] Selena tidak menghiraukannya. “Di mana ayahku? Gimana keadaannya?” Pada saat yang bersamaan, Alex datang dengan tergesa-gesa, “Berita baik, Juan Arya baru saja menunjukkan semangat bertahan hidup.” Selena membuka selimutnya dan hendak bangun dari tempat tidur. “Ayah ada di mana?” “Di ICU, baru saja dilakukan tindakan penyelamatan. Untungnya, tiba-tiba Tuan Arya punya semangat hidup, jadi proses penyelamatan berjalan lancar. Tapi, sekarang belum ada yang boleh masuk dan menemuinya, Nyonya cuma bisa lihat dari luar saja.” “Oke, aku mau lihat Ayah, sebentar saja.” Selena segera tiba di ICU, memandang Arya yang sedang tidak sadarkan diri melalui jendela dari kejauhan.

Air matanya kembali menetes saat dia teringat mimpi yang baru saja dialaminya.

+15 BONUS Setelah dua tahun terakhir hidupnya dipenuhi dengan penderitaan, setengah tahun terakhir sempat koma, ditambah lagi dengan pukulan berat yang baru saja dialaminya.

Arya pasti merasa sangat lelah sehingga dia ingin menyerah dan meninggalkan dunia ini.

Hanya karena keinginan Selena yang memaksanya untuk bertahan, dia masih hidup dengan bergantung pada alat-alat medis.

Namun, melihat Arya dikelilingi oleh dokter dan perawat dengan tubuh yang terhubung ke berbagai alat, terbersit rasa bersalah di hati Selena.

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Apakah dia terlalu egois? Meskipun ayahnya sudah putus asa terhadap dunia ini, dia masih memaksanya untuk tetap bertahan, membuat ayahnya menderita baik secara fisik maupun emosional.

Dia tidak ingin mengalami rasa sakit kehilangan orang yang dicintainya lagi.

Jika Arya meninggal, dia benar-benar tidak akan memiliki keluarga lagi.

“Seli, kamu masih punya aku,” suara Harvey tiba-tiba terdengari di telinganya.

Dengan mata yang memerah, Selena mengangkat tangannya, suaranya terdengar sangat dingin,” Jangan pegang-pegang! Sana, jauh-jauh dari aku.” Pada dasarnya, Selena merasa semua penderitaan Arya saat ini adalah karena Harvey, jadi mengapa pria itu masih berpura-pura menjadi orang baik? Harvey membuka mulutnya, tetapi tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun.

“Seli, aku...” “Aku nggak mau lihat kamu lagi, Tuan Harvey.” Selena memegangi perutnya yang terasa sakit dengan tangannya, apakah ini karena dia belum sarapan? Sensasi rasa sakit yang sudah lama tidak dirasakannya itu tiba-tiba menghantamnya, membuatnya merasa sedikit kalut.

Melihat wajahnya yang pusat pasi dan bercucuran keringat dingin, Harvey menopangnya sembari bertanya dengan nada khawatir, “Seli, kamu kenapa?” Selena sangat kesakitan sehingga dia tidak bisa berbicara. Dia mengerutkan keningnya dan mengeluarkan satu kata dengan susah payah, “Sakit...” “Duduk dulu, aku panggilin dokter.” “Nggak usah,” Selena menarik lengan baju Harvey dengan lemah dan berkata, “Bisa, nggak, kamu bawain makanan sama segelas air buat aku? Aku nggak apa-apa.”