We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 182
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

 

Bab 182 

Seluruh ruangan gelap gulita hampir tanpa cahaya. 

Air berwarna hitam yang dingin hanya mencapai betis Diana, tetapi yang membuatnya

ketakutan adalah ada sesuatu yang licin yang berenang di kakinya. 

“Aah––” 

Dia melompat di dalam air dengan ketakutan, sambil berteriak. 

“Apa yang ada didalam air ini? Kenapa masih berenang! Biarkan saya keluar sekarang!” 

Wilson menatap Diana dengan dingin, dan berkata dengan marah, “Sekarang kamu

merasakan ketakutan? Kamu berani menyakiti kekasih Tuan Asta, dan ini baru

permulaan...” 

Setelah selesai berbicara, Wilson memberi beberapa perintah kepada penjaga, lalu

berbalik dan pergi. 

Diana mengitari ruangan yang berisi air dengan putus asa, dan terus melarikan diri dari

belitan makhluk asing yang ada di dalam air. 

“Jangan tinggalkan saya di sini sendirian!” teriak Diana dengan suara serak. “Saya Nyonya

dari keluarga Gandhi, kamu tidak bisa melakukan ini padaku! Kamu tidak bisa!” 

Tapi— 

Diana menjerit dan tidak ada yang mengasihaninya. 

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Wilson kembali ke kediaman Costan dan melaporkan situasinya ke Asta. 

“Tuan, semuanya sudah selesai.” 

“Bagus sekali” Sudut bibir Asta sedikit naik, tetapi ada aura dingin di mata tajamnya,

“Sebelum menyerahkannya ke kantor polisi, biarkan wanita itu berada didalam air dengan

ular air itu.” 

“Baik.” 

“Kamu boleh turun.” 

Ketika Samara memasuki ruang kerja untuk mencari Asta, dia bertemu dengan Wilson

yang hendak pergi. 

“Halo, Nona Samara.” 

Wilson membungkuk pada Samara dengan hormat. 

“Huh...” Samara terkejut dengan perlakuan Wilson dan ingin membungkuk padanya. 

Tapi saat Samara hendak membungkuk, Asta memeluknya dari belakang, punggungnya

menempel di dada pria yang kuat itu. 

Sangat ambigu! 

Wilson tidak boleh melihatnya, dia buru–buru menundukkan kepalanya dan pergi, sambil

menutup pintu. 

“Asta, kamu...” 

Samara ingin bicara kepada Asta, tetapi dia tahu bahwa kata–katanya akan sia–sia dan

kalau terlalu banyak bicara dia akan membuat pria anjing itu marah. 

 

Dan pada saat itu dia sendiri harus merasakan kemarahannya dan harus membujuknya

untuk memadamkan kemarahannya. 

Diam sejenak. 

Sarnara berkata, “Karena kamu sudah hampir sembuh, saya akan pulang besok” 

“Baik” 

Asta sepertinya menyetujuinya dengan mudah? 

“Kamu sudah setuju?” 

Bibir Asta berkeliaran dengan gelisah di telinga Samara, lalu akhirnya mendarat dengan

lembut. 

Samara masih tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan desahan. 

Sekarang merasa kesal pada tubuhnya yang begitu sensitif ... hanya diusik sedikit

olehnya, dia akan langsung merespon. 

Dengan napas berat, dan suara seraknya Asta berkata : “Persyaratan dariku adalah kamu

harus membawa Oliver dan Olivia pulang bersamamu.” 

Mendengar ini, Samara sedikit gembira. 

“Asta, kamu setuju saya membawa Oliver dan Olivia pulang bersamaku, apakah kamu

berbohong padaku?” 

“Banyak pekerjaan penting yang tertinggal selama ini, dan saya perlu melakukan

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

perjalanan bisnis untuk waktu yang lama.” Asta menyerang, sambil mengucapkan kata–

kata yang paling serius, “Oliver dan Olivia menyukaimu, terutama Olivia, sejak bersama

kamu, afasia yang dideritanya 

sudah jauh lebih baik...” 

Samara sangat menyukai sepasang anak itu. 

Membayangkan dia bisa membawa Oliver dan Olivia pulang, ditambah dengan Javier,

maka akan ada tiga bocah dirumahnya. 

Gambaran kehidupan seperti itu sangat indah walau hanya membayangkannya. 

“Baik, kalau begitu sudah beres, saya akan membawa Olivia dan Oliver pulang bersamaku

besok.” 

Sosok Asta sedikit membeku. 

Jari–jarinya yang kasar mencengkram dagu Samara dan membalikkan wajah kecilnya

menghadapnya. 

“Saya akan melakukan perjalanan bisnis untuk sementara waktu, apakah kamu senang?”

Wajah Asia tiba–tiba menegang, dan cahaya dari mata tajamnya menjadi lebih gelap. 

Samara terkejut, lalu bertanya dengan ragu. 

“Lalu… saya harus sedih?” 

Cengkraman Asta di dagu Samara berangsur–angsur meningkat. 

“Kamu orang tidak tahu berterima kasih yang tidak pernah puas.” 

Detik berikutnya, bibir tipis pria itu menyerangnya seperti hukuman, dan dia menuntut

dari Samara seolah ingin melampiaskan.