We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 197
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 197 

“Temani saya.” 

Widopo mengerucut bibirnya, tatapannya menggelap berfokus pada Samara. 

“Tidak menemani di sisiku, bagaimana saya bisa tahu apakah kamu melakukan sabotase

di kolam mandi ini atau tidak?” 

“Kepercayaan itu sangatlah penting.” Kedua tangan Samara menutupi dada, seraya

berseru marah, “Saya berbaik hati mengobatimu, tapi kamu malah tidak memperlakukan

saya sebagai seorang dokter.” 

Widopo merentangkan sepasang tangannya menyangga santai tepi kolam yang terbuat

dari batu marmer, matanya perlahan terpejam. 

“Betul sekali.” 

“Kamu—” 

Ditengah udara beruap, Widopo tidak membuka matanya, memotong ucapannya sambil

terpejam. 

“Tidak berhasil menyembuhkanku disebut penipu, berhasil menyembuhkanku baru

disebut dokter.” 

Samara mendengus ringan, perlahan berenang ke tempat terjauh dari Widopo, memeluk

erat bahu sendiri. 

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Orang gila! 

Widopo ini lebih gila dari yang disangkanya! 

Jika dia ingin mencelakai Widopo, cepat atau lambat dia akan berhasil kalau dia

meneruskan proses proses pengobatan ini. 

Tidak habis pikir dengan sifat pria ini, jelas-jelas penyakitnya sudah sangat parah, tidak

berdaya oleh siksaan penyakit, sifat curiganya masih begitu parah. 

Dua jam berlalu dengan cepat. 

Widopo berendam di kolam mandi selama itu, Samara menemaninya selama itu juga 

Selama dua jam ini. 

Widopo merasa badannya berkeringat banyak sekali, dan juga merasakan badan menjadi

lemas. 

“Mengapa saya merasa menderita setelah berendam” Widopo bertanya muram. 

“Obat yang saya ramu untukmu adalah herbal detox, mengeluarkan semua hawa dingin

dalam tubuhnya dan huwa panas dari obat herbal.” Samara berjalan ke sisi Widopo,

menangkap pergelangan tangannya dan memeriksa denyut nadinya. “Hawin dingin yang

bercokol selama 20 tahun lebih di dalam tubuhmu sudah dikeluarkan kamu merasa tubuh

menjadi kosong, itu normal, tunggu saya melakukan akupunktur padamu akan

meringankan semua ini.” 

“Kamu…” 

Kali ini Samara yang memotong ucapan Widopo, matanya bersinar keras kepala. 

“Jangan sedikit-sedikit sebut saya pembohong.” Samara melototinya, “Jangan sembarang

menyebutku penipu, saya tidak suka.” 

Dipisah oleh udara beruap, Widopo merasa sepasang mata bulat di hadapannya ini indah

bagaikan galaksi bintang, membuatnya susah mengalihkan pandangan. 

Tanpa disadari… 

Dia teringat dengan tarian solo tradisional di pelelangan. 

Penarinya memang memesona, tapi dia yang duduk diam memainkan kecapi, dengan

wajah ditutupi kerudung, bagaikan rembulan malam yang dingin. 

Widopo tidak lagi bersuara. 

Digandeng oleh Kiky, Widopo membungkus tubuh dengan handuk, lalu keluar dari kolam

mandi. 

Namun, Samara keluar sendiri dari kolam mandi tersebut, sekujur tubuhnya basah kuyup,

tidak ada yang memedulikannya. 

Widopo terbaring pucat di atas ranjang. 

Samara mengeluarkan jarum meteornya dari tas kulit, menusukkannya ke delapan belas

titik nadi besar dan tiga puluh enam titik nadi kecil di tubuh Widopo. 

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Titik Tianzhu, titik Xiaohan titik Tongli, titik Ying 41. titik Shenmen jarum Samara ditancap

berurutan, setiap jarum ditancap dengan cepat dan tepat. 

Samara terlihat fokus, sama sekali tidak memedulikan pakaian di tubuhnya yang terus

menerus meneteskan air 

Ketika semua jarum sudah tertancap, ali Widopo yang berkerut akhirnya mengendur. 

“Tuan saya…” Kiky bertanya khawatir. 

Samara memberi isyarat padanya untuk diam, lalu berkata dengan suara rendah, “Tenang

saja, dia hanya tertidur, setelah setengah jam, jarum di tubuhnya akan dicabut, lalu dia

akan terbangun.” 

Setelah setengah jam, Samara mencabut semua jarum meteor yang tertancap di tubuh

Widopo. 

Ketika Widopo membuka sepasang matanya, tubuhnya terasa ringan dan nyaman, yang

tidak pernah dirasakannya sebelum ini. 

“Sudah sadar?” 

“Ya.” 

Samara mengeluarkan sebuah botol porselen kecil berwarna putih, lalu mengeluarkan

sebutir pil berwarna putih, 

“Ini adalah pil khusus yang saya ramu untukmu.” Selesai berkata, sudut bibir Samara

terangkat dingin, lalu memasukkan pil tersebut ke dalam 

mulut sendiri, “Tahu kamu takut mati, dengan begini kamu percaya kan?”