We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 196
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 196 

Elan membuka matanya dan tampak sedikit linglung: Jelas sekali dia masih mabuk. 

Hal ini dikarenakan dia minum terlalu banyak alkohol dalam waktu singkat. 

Begitu mobil itu berhe

nti di pintu masuk kediaman Tasya, sang pengawal langsung keluar mobil untuk membukakan pintu dan membantu

Elan berdiri. Namun Elan mengibaskan tangannya dan menolak bantuannya, “Aku baik–baik saja. Aku tidak butuh

bantuan apapun.” 

Meskipun Elan mabuk, dia masih mempertahankan citranya yang kuat di depan Tasya. Dia tidak mau Tasya berpikir

bahwa dia terlalu lemah. 

“Pak, tolong jangan pergi dulu. Anda harus mengantarnya pulang nanti,” kata Tasya kepada pengawal itu. 

“Baiklah. Saya akan tetap di sini dan menunggu Pak Elan.” 

Tepat ketika Elan mulai berjalan, Tasya datang untuk membantunya. “Perhatikan langkali Anda, Tuan.” 

Tentu saja, dia tidak mabuk berat sampai–sampai dia tidak bisa berjalan, tetapi dengan lengan ramping yang kini

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

menggandengnya, dia merasa begitu bahagia, Olchi karena itu, dia bersikap pura–pura lemah di depan wanita itu.

Mereka melewati taman romantis di bawah sinar rembulan sebelum masuk ke dalam gedung dan naik ke lantai

atas menggunakan lift. Tasya membuka pintu dan mempersilakan Elan masuk ke dalam apartemennya. 

Meskipun itu hanya sebuah apartemen kecil dengan dua kamar tidur, Elan merasa seperti ada daya tarik aneh

yang membuatnya merasa lebih betah daripada rumahnya sendiri, 

Elan berbaring malas di sofa dengan lengan sebagai bantalnya sambil menatap wanita yang sedang menuangkan

air dan mencari obat. 

“Aku ingat obat itu ada di sini! Tapi dimana sekarang? Apa aku membuangnya?” Wanita itu bergumam sendiri

sambil mencari obat di kabinet. 

Sementara Elan tidak ingin terburu–buru dan berharap Tasya tidak segera menemukan obatnya. Dengan begitu,

dia bisa punya alasan untuk tinggal disini sepanjang malam. 

Ingatan Tasya bercampur aduk karena banyaknya pekerjaan yang dia miliki. Akhirnya, dia ingat bahwa dia

menyimpan obat itu di dalam lemari kamarnya. Dia bergegas ke kamarnya dan seperti yang dia duga, dia

menemukannya. 

Setelah membaca instruksi yang tertera di kemasan obat itu, dia mengambil tiga pil obat dan menuangkan

secangkir air hangat untuk Elan. 

“Ini obatnya.” Tasya inenempatkan obat ilu di atas meja dan memperhatikan pria itu meminumnya, 

Elan merninum obat itu tanpa ragu–ragu, kemudian kembali berbaring di sola, “Aku ingin 

istirahat sebentar lagi.” 

Tasya pun tidak bisa melarangnya karena kondisinya saat ini disebabkan oleh kehadirannya di pesta ayahnya. 

Di bawah cahaya lampu, wajah tampa Elan tampak memerah. Ini menunjukkan bahwa dia benar–benar mabuk. 

Balıkan Tasya, yang meminum segelas anggur untuk mewakilinya merasakan perutnya terbakar karena alkohol.

Itulah sebabnya hatinya sangat cemas saat melihat Elan meminum beberapa gelas alkohol. 

“Kenapa kamu tadi meminum anggur untukku? Kamu benar–benar peduli padaku, ya?” tanya Elan dengan suara

baritonnya yang khas. 

Tasya melirik ke arahnya dan menjawab, “Pikiran Anda terlalu berlebihan. Saya hanya tidak ingin sesuatu terjadi

pada Anda di pesta ayah saya.” 

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Elan sedikit terdiam mendengar perkataan wanita yang terus lari dari perasaannya sendiri itu, “Apa sesulit itu

bagimu untuk mengakui bahwa kamu peduli padaku?” 

Tasya mendengus sambil memutar bola matanya, “Pak Elan, Anda benar–benar suka menuruti fantasi Anda sendiri,

ya?” 

Tiba–tiba Elan meringis sambil memegangi dadanya. 

Tasya yang baru saja mendengus ke aralınya langsung bertanya, “Ada apa?” 

Dia langsung berjalan ke sisi sofa, membungkuk dan menatap wajah Elan, “Apa ada bagian lain yang sakit?” 

Namun tiba–tiba, Elan memegang pergelangan tangannya dan menariknya ke dalam pelukannya. Kemudian dia

membalik badan wanita itu dan menekannya ke sofa. 

Melihat senyum licik pria itu membuat Tasya sadar bahwa dirinya telah ditipu. 

“Kamu bilang kamu tidak peduli padaku. Tapi kamu terus menunjukkan perhatianmu padaku,” Elan menyeringai

karena dia tidak akan membiarkan wanita itu melarikan diri dengan mudah. 

“Lepaskan aku! Siapa bilang aku mengkhawatirkanmu? A–aku hanya tidak ingin sesuatu terjadi padamu yang bisa

melibatkan ayahku juga,” kata Tasya beralasan. 

Tapi di mata Elan, itu semua hanya omong kosong.

 

Previous Chapter

Next Chapter