We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 373
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Ruang Untukmu 

Bab 373 

Secara spontan Elan terlihat begitu kecewa dan disergap rasa cemburu. Apakah Tasya tengah bermain tarik–ulur

dengan Romi saat ini? 

“Berhenu, Tasya.” 

Suara Elan, yang terdengar disertai amarah, terdengar di belakang Tasya. 

Ketika Tasya berbalik, dilihatnya wajah Elan murung dan kesal. “Bisa kutolong, Pak Elan?” 

“Pak Wijaya, aku ingin berbicara pribadi dengan Tasya. Bisakah Anda meninggalkan kami sejenak?” Elan bahkan tak

mau repot melihat pada Romi. Ia hanya menatap Tasya, tapi di balik kata–katanya tersimpan peringatan. 

Mengamati situasi yang ada, Romi dengan cepat tersenyum dan menjawab, “Tentu. Aku permisi pulang, kalau

begitu.” 

Setelah menyelesaikan kalimatnya, ia mengernyit untuk menunjukkan bahwa ia tengah menahan keinginnya untuk

buang air kecil. 

Ketika menangkap penderitaan yang dirasakannya, Tasya berkata, “Jangan terganggu olehnya, Pak Wijaya. Ayo,

masuklah ke dalam.” 

Romi menurut, mengikuti Tasya ke dalam rumah. 

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Keuka usahanya menghenukan mereka diabaikan, Elan hanya bisa berdiri dan menyaksikan perempuan

tersayangnya membawa laki–laki lain ke dalam rumahnya. 

Gelombang emosi uba–uba menusuk–nusuk hatinya seperti jarum tajam. 

la terbatuk hebat dan tak henti, dan karena sakit di dadanya, tubuhnya yang jangkung kini membungkuk. 

Setelah melangkah beberapa jauh, Tasya samar–samar mendengar seseorang terbatuk–batuk di belakangnya, dan

membalikkan badan untuk memeriksa. 

Dilihatnya Elan tengah meringkuk di lantai. 

Tasya langsung menghambur menghampirinya. 

“Elan! Elan! Kenapa?” Tasya membungkuk untuk menopang lengan Elan. “Dimana sakitnya?” 

Sakit hati menyayat di dalam dada Elan agak sedikit berkurang oleh kehadiran Tasya. Saat Elan mengangkat sedikit

kepalanya, Tasya bisa menangkap wajahnya yang memucat, dan sorot mata yang kehilangan fokus. Sosok kokoh

dan bijaknya pun turut menghilang. Elan terlihat begitu lemah seakan bisa pingsan kapanpun. 

“Bukankah kamu membiarkan aku sendiri di sini? Mengapa kamu menghampiri?” Elan menggerutu dengan dingin

sambil menyingkirkan Tasya dan berusaha bangkit sendiri dari 

lantai. 

Hati Tasya turut perih menyaksikannya menderita seperti ini. Tanpa disadari, ia mencoba menyokongnya dan

berkata, “Aku akan meminta Roy mengantarmu ke rumah sakit.” 

Selesai berkata, Tasya langsung membuka ponselnya. 

Elan memalingkan kepalanya layaknya anak–anak yang merajuk. “Aku tidak mau ke rumah sakit.” 

“Jangan rewel. Kalaupun kamu ingin mati, jangan lakukan di depanku.” Sambil membuka ponsel, 

Tasya mengemukakan pernyataan pedas tanpa belas kasihan. 

Kata–katanya itu segera saja membuat Elan terengah–engah. “Apakah kamu sedang mencoba menjengkelkan

aku?” 

Tasya segera saja menutup mulutnya. Sesaat kemudian, Romi tiba di dekat mereka. “Apakah Anda baik–baik saja,

Pak Prapanca?” 

“Bukan urusanmu.” Tatapan dingin Elan tertuju padanya. 

Kali ini, Tasya sedikit kesal dengan sikapnya. Mengapa ia begitu kasar pada seseorang yang memberi perhatian

pada keadaannya? 

“Maaf, Pak Wijaya. Berbelok ke kiri dari sini, ada sebuah toko groseri.” Tasya hanya bisa memohon maaf pada Romi

karena ia tidak bisa menginggalkan laki–laki yang sedang sakit di belakangnya. 

“Tak apa. Sampai bertemu kembali hari Senin.” Romi tersenyum sebelum berbalik dan pergi. 

Sepeninggalannya, Tasya mencoba mengontak Roy lagi, tetapi Elan menepis ponselnya. “Kataku aku tak perlu pergi

ke rumah sakit.” 

“Kalau begitu, ke mana kamu ingin pergi?” Tasya tidak tahu harus berbuat apa terhadapnya. 

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

“Aku ingin beristirahat di rumahmu.” Setelah berkata, Elan meraih ponsel Tasya dan berjalan menuju ke lift. 

Keuka kembali ke kesadaran sepenuhnya, Tasya menyadari bahwa dirinya sekali lagi terjerat oleh laki–laki ini

walaupun dia tidak ingin melihatnya lagi. 

Di dalam list, Tasya menatap Elan. Memang terlihat jelas, Elan lebih kurus sekarang, dan airmukanya agak pucat. Di

bawah matanya yang cekung ada lingkaran hitam, dan bahkan rambut tipis jenggotnya terlihat. Tampaknya dia

tidak merawat dirinya akhir–akhir ini. 

Setelah membuka pintu, Tasya menuangkan segelas air untuknya. 

Elan duduk di sofa dalam suasana hali buruk. Kapanpun terlintas pikiran tentang Tasya yang membawa Romi ke

dalam rumahnya, ia tidak dapat menahan diri selain merasakan dadanya mengencang 

“Mengapa Romi berkata ia akan bertemu kamu lagi pada hari Senin? Apakah kalian berkencan?” Elan memegang

gelas dengan tangannya dan bertanya. 

Setelah meliriknya sekilas, Tasya menjawab, “Aku sudah memutuskan untuk bekerja di 

perusahaan Ayahku.” 

Mendengar itu, Elan tersedak air minum dan terbatuk hebat lagi. “Ada apa lagi?” Tasya bertanya terburu–buru. 

“Kamu berniat bekerja di perusahaan Ayah atau cuma ingin bertemu Romi setiap hari?”

 

Previous Chapter

Next Chapter