We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 877
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Ruang Untukmu

Bab 877

Anita baru saja dipasangkan infus tidak lebih dari sepuluh menit ketika tiba–tiba kedua matanya terbuka. Hal

pertama yang muncul dalam pikirannya adalah ibunya sedang berjuang mempertahankan hidupnya di sebuah

rumah sakit, dan pikiran itu membuatnya langsung tersentak bangun.

“Jangan bergerak,” suara rendah seorang laki–laki terdengar dari sisinya, diikuti tangan besar yang menahan

lengan kirinya dengan kuat sehingga dia tidak mencabut jarum infusnya.

Anita menatap jarum infus yang tertancap di kulitnya dan meminta dengan suara getir, “Lepaskan. Saya tidak

membutuhkan infus ini.”

Raditya langsung melepas jarum infusnya. Seharusnya dia menekan tangannya untuk menghentikan perdarahan

begitu jarum dicabut, tetapi Anita tergesa–gesa mengangkat selimut dan turun dari ranjang. Tiba–tiba, darah

menetes dari punggung tangannya.

Dengan sikap tegas dan mendominasi, laki–laki itu menahan tangannya dan mengambil kapas dari meja sebelah

ranjang, kemudian menekannya pada bekas jarum di punggung tangan Anita.

Air mata menggenang di kedua matanya, tetapi dia membiarkan Raditya menghentikan pendarahannya sambil

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

menatapnya dengan tenang dan memberi perintah, “Bawa saya pulang, Raditya.”

Raditya tidak menjawabnya, fokus pada pekerjaan di tangannya.

Dengan jarak sedekat itu, dia bisa melihat dengan jelas rahangnya yang tajam dan wajah tampannya yang dingin.

Saat pendarahan sudah berhenti, Raditya melonggarkan genggamannya, menatapnya, dan berkata perlahan,

“Kamu harus tinggal di sini.”

Dia menepis tangan itu dan rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya. Terasa nada dingin dalam suaranya saat dia

bertanya, “Dan bagaimana bila saya tidak mau?”

“Anita…” Raditya berusaha membujuknya, tetapi tampak keengganan di kedua matanya. Dia tahu bahwa dirinya

tidak akan bisa menghentikannya apabila sudah bersikeras untuk pulang.

Saat ini, satu–satunya hal yang dia pedulikan adalah pulang ke rumah melihat ibunya untuk terakhir kalinya. Dia

harus pulang meskipun tidak bisa tepat waktu, jika tidak, perasaan bersalah dan menyesal akan menghantui dirinya

sepanjang sisa hidupnya.

Raditya akhirnya mengikutinya keluar dari klinik dan pergi ke kamarnya. Dia mengambil tasnya kembali, lalu

berbalik dan berkata, “Kunci mobil.”

Tiba–ba, Raditya menghadapi dilema. Bila menyerahkan kunci mobil, dia akan menyaksikannya melangkah masuk

ke dalam jebakan yang dibuat oleh para penjahat keji itu, yang mana sama saja mengantarnya ke pintu kematian.

Di sisi lain, bila menolak memberikan kunei mobil dan dia tidak bisa melihat ibunya untuk yang terakhir kalinya,

maka dia akan membencinya selamanya.

Raditya bisa mengatasi hal itu, tetapi dia benar–benar tidak ingin dibenci olehnya selamanya.

Anita mengulurkan tangan sambil menatapnya dengan mata terbuka lebar, permintaannya terlihat jelas dari air

matanya. Dia sangat lembut, tetapi untuk suatu alasan tertentu, dia memberi tekanan yang besar pada Raditya.

Seolah–olah dia bisa memegang kekuatan atas dirinya, dan pendirian Raditya melemah setiap ada dia di

sekitarnya.

Saat itu, Raditya kehilangan ketenangan dan akal sehatnya. Namun tepat ketika dia hendak menyerah pada

dorongan dirinya dan menawarkan diri untuk ikut pergi menemaninya, Teddy berlari keluar dari ruang rapat

menuju ke arah mereka dengan riang gembira. “Nona Maldino!” pekiknya. “Nona Maldino! Ada kabar baik! Ibumu

baik–baik saja. Hanya mengalami patah tulang

kaki!”

Tangan Anita terkulai jatuh saat mendengarnya. Dia menjatuhkan tasnya ke lantai dan berlari untuk menemui

Teddy di tengah koridor. Saat menghampirinya, dia mencengkeram pundaknya dan berseru, “Benarkah? Ibu saya

benar baik–baik saja?”

“Iya benar! Ayahmu baru saja menelepon, dan mengatakan bahwa ibumu baik–baik saja dan selamat, hanya

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

mengalami patah tulang paha dan gegar otak ringan. Dokter mengatakan bahwa ibu akan kembali sehat setelah

istirahat setengah bulan penuh!” jawab Teddy, tetapi dia masih separuh jalan menyampaikan kabar baik itu ketika

Anita tiba–tiba memeluknya karena merasa lega.

Dia memeluknya sangat erat sambil berkata, “Terima kasih, Teddy! Saya sangat berterima kasih kepadamu!”

Teddy terkejut dengan sikapnya yang berlebihan itu.

Sementara itu, di belakangnya, Raditya terlihat sangat kesal, dan menyipitkan matanya dengan tajam melihat

perempuan itu memeluk anak buahnya.

Suasananya pun menjadi lebih tegang, Teddy langsung tersadar kalau dirinya sudah melewati batas dengan

membolehkan Anita memeluknya. Dengan perlahan dia melepaskan diri darinya, lalu berdeham dan berkata,

“Nona Maldino, ayahmu juga memintamu untuk tetap tinggal di sini demi keselamatan dirimu sendiri. Dia tidak

ingin kamu berada dalam bahaya.”

“Apakah ayah masih di jalur telepon?” tanyanya.

Teddy menepuk–nepuk kepalanya seakan menghukum dirinya sendiri karena lupa akan hal ini. “Masih. Cepatlah,

kamu pasti sangat ingin bicara dengan ayahmu.” Sebelum dia bicara apapun, Anita meraih tangannya dan

menariknya untuk sama–sama berlari ke ruang rapat.

Raditya tiba–tiba merasa beban berat seakan diangkat dari pundaknya. Dia menghembuskan napas lega, diam–

diam berterima kasih pada Teddy yang menginterupsi tepat pada waktunya, yang menyelamatkannya dari

mengkhianati prinsip kerjanya sendiri. Seandainya kabar itu tidak datang tepat waktu, dia pasti sudah

mempertaruhkan segalanya untuk mengantar Anita pulang menemui ibunya.