We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 926
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 926

Bagaimana Anita bisa tahu? Raditya membatin tatkala jantungnya kembali berdenyut, pupil matanya membesar.

Kemudian, dia menyipitkan matanya dan bertanya secara retoris, “Siapa yang memberitahumu tentang hal itu?”

“Saya yang bertanya. Berapa lama kamu akan menyembunyikan kabar itu dari saya? Kenapa kamu tidak memberi

tahu saya lebih awal kalau Ani itu tunanganmu? Kalau kamu memberi tahu saya lebih awal, kita tak akan membuat

kesalahan ini… saya tidak akan …” Suara Anita serak dan menangis sementara air mata berlinang di wajahnya.

Namun, sebelum dia bisa selesai, Raditya menarik Anita ke dalam pelukannya dan menekan kepala wanita itu ke

dadanya. Anita yang menangis di pelukan Raditya, lalu mengangkat telapak tangannya dan memukul dada Raditya

dengan lemah. Sementara itu, Raditya menepuk–nepuk punggung Anita dan berbicara dengan suara yang dalam,

“Kita tidak melakukan kesalahan apa pun.”

Anita yang mendengar kata–kata itu, secara reflek mulai merinding. Betul sekali! Oh, Anita merasa lega saat

mengetahui kalau situasi ini masih bisa diperbaiki. Selama mereka kembali ke kehidupan masing–masing dan

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

berhenti bertemu, seolah–olah tak ada yang pernah terjadi.

Anita tiba–tiba mundur selangkah dan mendorong Raditya menjauh, menciptakan jarak sejauh lengan di antara

keduanya. Anita mengangkat kepala dan menatap Raditya dengan serius. Meskipun matanya merah dan bengkak

dengan air mata yang terus mengalir, suaranya terdengar tegas. “Raditya, mulai sekarang dan seterusnya, tidak

ada apa–apa di antara kita.”

Raditya yang mendengar kata–kata itu, kemudian mengerutkan alis. Apa Anita mencoba untuk putus dengan saya?

Kemudian Anita menarik napas dalam–dalam dan melanjutkan, “Kamu tidak bisa membatalkan pertunangan itu.

Ani sangat mencintaimu. Jadi, kamu harus menepati janjimu dan menjadikannya istrimu.”

Raditya yang mendengarkan perkataan Anita, menatapnya dalam–dalam. Sesuatu terpancar di sorot mata Raditya

yang biasanya dingin sorot mata itu merupakan kemarahan dan tertekan. Tertekan dengan kata- kata yang

diucapkan Anita dan marah karena sikap Anita.

Anitalah yang mendatangi Raditya terlebih dahulu. Anita ingin menjadi pacarnya. Sekarang, Anita jugalah yang

mencoba putus dengannya. Setelah menyelesaikan kata–kata, Anita memperhatikan kalau Raditya terdiam dan

tidak menjawab. Hal yang dilakukan Raditya hanyalah menatap Anita dengan saksama.

Namun, Anita tidak takut melihat Raditya dan bahkan memaksanya untuk menjawab. “Cepatlah dan berjanjilah

pada saya kalau kamu tidak akan menyakiti Ani,” Anita menuntut.

Sekali lagi, Raditya memelototi wanita itu. “Apa kamu sudah selesai bicara? Apa sekarang giliran saya?”

Anita terengah–engah saat melihat ekspresi wajah Raditya yang tegang. Dia memiliki firasat buruk kalau Raditya

tak akan mendengarkannya. Namun, dia masih ingin mendengar apa yang akan dikatakan Raditya. “Ya, sekarang

giliranmu,” kata Anita.

“Yang pertama dulu, saya tidak mau putus denganmu.”

Kalimat pertama Raditya itu membuat hati Anita bergetar.

“Apa maksudmu dengan itu? Kita bahkan belum pernah berkencan dengan benar sebelumnya. Apa gunanya

putus?” Saat itu, emosi Anita melonjak.

“Kedua, saya akan membatalkan pertunangan,” lanjut Raditya.

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Wajah Anita menjadi pucat saat menatap Raditya. Saat ini, Anita berharap bisa mati di tempat.

“Kamu …” Tiba–tiba, seluruh tubuh Anita melayang seolah akan pingsan.

Namun, sebelum tubuh Anita mendarat di tanah, Anita dipegang oleh sepasang lengan yang kuat. Setelah itu, dia

kembali ke dalam pelukan hangat Raditya. Anita secara reflek segera mendorong Raditya. Dia lebih suka

menopang pada batu dingin di sampingnya daripada dipeluk oleh pria itu.

Angin dingin mengacak–acak rambut Anita yang panjang dan menyebarkannya ke seluruh wajahnya. Wajahnya

menjadi terlalu pucat dibandingkan dengan rambut Anita yang gelap. Seolah–seolah dia sangat rapuh sehingga

angin bisa menyapunya kapan saja.

“Kita bicara di dalam saha. Di luar dingin.” Raditya menghela napas.

“Kalau begitu pergilah sendiri! Saya ingin tinggal di sini lebih lama lagi,” jawab Anita karena tidak ingin berjalan di

samping Raditya.

“Anita, siapa yang memberitahumu tentang masalah ini?” Raditya menyipitkan mata dan bertanya.

“Arini. Dia mendengar percakapanmu dan kakekmu saat kamu sedang berbicara di telepon. Kamu berencana

untuk tidak menikah selama sisa hidupmu, begitu?” Anita mengangkat kepala dan menatapnya.

Raditya mengingat saat mendapat panggilan telepon di gazebo, dia tidak terlalu senang tentang kejadian itu. Dia

memang merasakan ada seseorang di belakang, tetapi dia tak menyangka kalau orang itu Arini. Dia mengabaikan

kehadiran orang itu karena mengira orang yang menyelinap itu hanya seseorang dari markas.