We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 952
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 952

Sambil memandangi keempat sosok jangkung itu meninggalkannya, Anita merasakan bahwa dia mungkin tidak

akan pernah bertemu mereka kembali. Matanya memerah, dan hidungnya terasa sakit karena kesedihan

menyergapnya.

Memerhatikan matanya yang memerah, Darwanti segera melingkarkan lengannya pada Anita dalam upaya untuk

menenangkannya. “Wahai anak gadis kami. Kamu enggan berpisah dengan mereka, bukan begitu?”

Namun, siapa yang tahu emosi macam apa yang campur aduk dan dirasakannya saat itu? Dia bukan lagi orang

seperti dirinya dua bulan lalu. Selama dua bulan terakhir ini, dia sudah jatuh cinta hebat pada seorang laki–laki

sanibil mencoba melupakannya sebisa mungkin. Dia terlihat begitu tenang dan tanpa masalah dari luar, tetapi

hatinya sudah hancur berkeping.

“Ayo!” Guntur berkata pada Darwanti dan Anita.

Anita melepaskan pegangan Darwanti dan segera berlari ke pintu di mana dia tidak lagi melihat Wilmar dan teman

lain. Saat melangkahkan kakinya keluar pintu, dia melihat SUV hijau tentara yang baru saja beranjak melaju.

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Tatapan matanya mengikuti SUV itu sampai menghilang di ujung jalan. Dia mengerulkan bibirnya

sambil menahan air mata.

Saat ini, seakan keempat laki–laki itu tidak pernah hadir di dunianya. Mereka bukanlah orang biasa, dan

pekerjaannya juga sepenuhnya berbeda dari pekerjaan orang kebanyakan. Mereka seperti sekumpulan pahlawan

tak dikenal yang akan bergegas pergi ke mana saja tenaga dan jasanya diperlukan. Ketika misi selesai, mereka

menghilang tanpa jejak.

Tiba–tiba saja, Anita sadar bahwa dirinya bahkan tidak memiliki nomor ponsel satupun dari mereka. Yang dia

ketahui tentang mereka hanyalah namanya, dan yang dimilikinya adalah ingatan tentang kebersamaannya dengan

mereka.

Darwanti menangkap kebingungan Anita. “Anita, kamu sedang memerhatikan apa?”

“Tidak ada apa–apa. Ayo kita pulang.” Anita menggelengkan kepalanya sebelum berjalan menuju Bentley hitam

yang terparkir di dekat mereka.

Anita duduk di dalam mobil sambil menatap area pusat kota yang sibuk melalui jendela. Berdiam selama dua bulan

di pegunungan tanpa menerima panggilan telepon, dia merasa masuk ke keadaan ketidaksadaran setelah kembali

ke kesibukan kota besar.

Sesaat kemudian, Darwanti bertanya dengan sedikit kesal. “Apakah kamu putus hubungan dengan Darma? Dia

sudah mengembalikan semua uang yang ibu berikan padanya. Hmm, bisa ibu katakan bahwa dia cukup peka dan

tahu diri melakukan hal itu. Kalau tidak, ibu tidak akan membiarkannya pergi begitu saja.”

Anita mengangguk. “Kita tak perlu lagi menyebut namanya sejak saat ini. Saya tidak punya urusan apapun lagi

dengannya.”

khawatir, Ibu kenal beberapa bujangan. Ibu akan memilihkannya satu yang terbaik untukmu,” Darwanti berkata

dalam usaha untuk menenangkannya.

“Ibu, saya belum ingin membina hubungan dengan siapapun saat ini. Saya hanya ingin beristirahat selama

beberapa hari.”

Darwanti berkata, “Kalau belum ingin berkencan dengan siapapun, mengapa tidak datang saja ke kantor Ibu?

Sudah waktunya kamu belajar untuk ‘mengambil–alih posisi Ibu.” Ibu sudah menderita migran sejak mengalami

kecelakan mobil dulu. Oleh karena itu, dia berencana untuk mundur dari posisinya dan memberikan kesempatan

bagi putrinya untuk belajar mengelola sebuah perusahaan.

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Kediaman Maldino sudah berubah sama sekali. Aneka bunga dan tanaman tumbuh subur kembali di taman yang

pernah disiangi; bahkan sistem keamanan diganti dengan yang paling canggih. Sambil duduk di dalam mobil, Anita

tiba–tiba melihat melalui jendela mobil seseorang tengah berlari dengan riang gembira menghampiri mobil.

Bola mata Anita agak mengerucut. Dia adalah Ani.

Ketika Anita membuka pintu mobil, Ani menghampiri dan menggamit tangannya dengan penuh semangat.

“Akhirnya, kamu kembali pulang, Anita. Kamu telah membuat saya takut setengah mati.” Perhatiannya pada Anita

tertulis di seluruh wajahnya.

Di dalam dirinya, Anita sibuk mengatasi rasa malu dan mencela diri sendiri. Melihat betapa naif dan baik. hatinya

Ani, Anita merasa bahwa dirinya telah salah besar selama ini. Dia senang sudah mengetahui pertunangan Ani

dengan Raditya terlebih dahulu. Kalau tidak, betapa Ani akan sakit hati sekali bila dia bercerita tentang laki–laki itu

dan apa yang terjadi selama di markas saat kembali nanti? “Ani, terima kasih untuk perhatianmu pada saya,” Anita

berterima kasih sambil melenguh pelan.

“Beruntung sekali semua bahaya telah berlalu. Sejak saat ini, kita bisa pergi berbelanja dan berbincang sambi

minum kopi lagi dengan pikiran tenang,” Ani berkata dengan penuh semangat.

Darwanti berkata, “Anita, ayo cepat, segera mandi. Lalu kita buka hadiah yang sudah Ibu siapkan untukmu.”

Tanpa lama berpikir, Anita tahu pasti Darwanti telah membeli banyak pakaian dan tas tangan karya perancang

terkenal. Namun, dia sudah tak punya minat lagi dengan barang–barang itu sekarang.