We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bab 957
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 957

Anita terperangah dan heran dengan suara yang dia dengar, lalu menoleh ke belakang dan mendapatkan Raditya

tengah berdiri di belakangnya. Saat itu seperti bermimpi, melihatnya secara langsung. “Kamu ” Tenggorokannya

mengering, jantungnya berpacu, dan dadanya sakit tertekan.

Sebelum Anita merespon, laki–laki itu meraih bahunya dan membawanya ke koridor. Saat itu, seorang pelayang

tengah membersihkan meja setelah beberapa tamu meninggalkan ruang. Kemudian, Raditya berkata pada pelayan

itu, “Nanti saja membersihkannya,” sambil membuka pintu dan mengantar Anita ke dalam. Pelayan menyadari apa

yang sedang terjadi dan hanya berdiri di dekat pintu masuk.

Agak tersengal, Anita bertanya, “Mengapa kamu berada di sini?”

Dia menjawab, “Saya makan malam dengan teman.”

Mata Anita agak memerah dan hampir meneteskan air mata. Kiranya Raditya dan tim sudah pergi dan sama sekali

tidak tahu bahwa dia masih ada di Andara. Ketika tiba–tiba terpikir akan keluarganya, yang berada di ruang lain,

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Anita bertanya dengan bibir mengerut, “Kakek, Bibi, Paman, dan Ani, semua ada di sini untuk. makan malam.

Apakah kamu mau mampir dan menyapa mereka?”

Raditya tidak berkata apapun tetapi memandangi Anita dengan tatapan dalam. Saat menatapnya, Raditya

menangkap ada bulir air mata di matanya. “Tidak, saya tidak akan mampir,” katanya lemah.

Responnya ini membuat Anita memalingkan pandangannya sambil tersipu malu, dan segera menyeka airmata

yang sudah menggenang di pelupuk matanya. “Kenapa kamu tidak segera pergi?” tanyanya lagi.

Raditya segera memegang dagu Anita, membawa wajahnya agar menatapnya walaupun ada penolakan. “Apakah

air mata itu menandakan bahwa kamu belum bisa sepenuhnya melupakan saya?”

Mengamati raut wajahnya, Anita panik dan mendorong tangannya dari dagunya. “Hentikan.”

“Nanti, bila seorang laki–laki mendekatimu, kamu harus menyatakan penolakan dengan jelas dan menjaga dirimu

dengan lebih baik,” dia mengingatkan.

Menanggapi kata–katanya, Anita merasakan bibit kemarahan muncul dalam dirinya dan berkata terus terang.

“Kamu tidak perlu menasihati saya dengan kata–kata ini. Saya dapat menjaga dan melindungi diri saya sendiri.”

Setelah itu, dia teringat akan begitu banyak pesan Ani yang dikirim untuknya. Maka, dia mengangkat kepalanya dan

bertanya, “Mengapa kamu tak pernah membalas pesan Ani? Tahukah kamu betapa

hal itu menyakitkan?”

“Saya tidak mau menghabiskan waktu untuk perempuan yang tidak menarik hati saya,” Raditya menyatakan

alasannya dengan dingin. Matanya melembut saat menatap Anita seakan mencoba meyakinkannya bahwa dia

adalah satu–satunya perempuan yang patut mendapatkan waktunya. Tidak ada yang lain kecuali Anita Maldino.

Saat menatap mata Raditya, Anita merasakan sensasi bahwa dirinya tenggelam di dalamnya. Dia menahan

dan memohon, “Tolong, jangan tatap saya seperti itu.” Saat sadar bahwa dirinya tidak sanggup lagi berdiri di

depannya, Anita memalingkan wajah dan berkata, “Saya harus kembali ke ruang privat.”

Namun, ketika Anita sudah mendekati pintu, Raditya meraih lengannya dan menariknya ke dalam pelukannya

tanpa kekuatan apapun. Satu tangan Raditya melingkar di pinggang Anita dan tangan lain memegang bagian

belakang kepala untuk menyangganya saat dia menciumnya dengan penuh kehangatan sehingga membuat

perempuan itu kehabisan napas.

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

“Hmm!” Sebagai responnya, tubuh Anita menjadi kaku saat masih dalam pelukannya. Otaknya berkabut yang

membuatnya tidak menimbang untuk mendorong jauh tubuh laki–laki itu. Satu–satunya hal dalam pikirannya

sekarang adalah bagaimana berkuasanya laki–laki ini dalam menciuminya. Secara perlahan Raditya kemudian

melepas pagutan bibirnya sampai Anita hampir saja tak sadarkan diri. Pada titik itu dia lanjut menatapnya dalam–

dalam. “Salah satu dari sekian banyak pertanyaan yang kamu ajukan pada saya waktu itu adalah apakah saya

akan tergoda bila melindungi perempuan lain. Jawabannya adalah

kecuali kamulah

perempuan itu, saya tidak akan tergoda.”

“Mengapa saya?” Anita bertanya pelan, lupa mendorong jauh Raditya.

“Karena kamu satu–satunya yang membangkitkan minat saya,” jawabnya, senyumnya dihiasi penghinaan diri dan

ketidakberdayaan.

Dengan hati tersentak dalam merespon kata–katanya, Anita segera saja meronta untuk melepaskan diri dari

pelukannya dan mundur dua langkah ke belakang. “Saya tidak akan melakukan hal ini terhadap Ani. Kamu tidak

boleh menyakitinya. Bila kamu melakukannya, saya tidak akan memaafkan kamu.” Anita berbalik dan berusaha

membuka pintu tetapi dengan cepat menyadari bahwa terlalu berat baginya. Tubuhnya agak limbung setelah

kehilangan keseimbangan karena pintu yang berat.