We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bad 67
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 67

Elan rasanya seperti sudah kehilangan akal saat melihat Tasya yang sedang memeluk Jodi di dalam dekapannya

sebelum membaringkan bocah lelaki itu di atas tempat tidur.

Jodi mungkin sudah sangat lelah sehingga saat kepalanya menyentuh bantal, bocah itu langsung menggeliat

mencari posisi yang nyaman dan terlelap.

Setelah membaringkan putranya, Tasya pun berbalik dan memberi isyarat agar Elan juga meninggalkan kamar itu

dengan tenang.

Pria itu melakukan apa yang diperintahkan dan mengambil langkah yang panjang untuk keluar dari kamar itu diikuti

oleh Tasya di belakangnya. Setelah menutup pintu di belakangnya, Tasya lalu menghela nafas kecil dan berkata,

“Terima kasih untuk malam ini.”

“Bagaimana balasanmu untuk berterima kasih padaku?” Elan bertanya, suaranya terdengar berat dan mempesona

sambil menatap Tasya dengan rasa penasaran.

casa

n ma

Tasya pun mengerutkan keningnya, dan ada rasa kebingungan di dalam matanya yang cantik ketika dia berpikir,

Bagaimana lagi aku bisa berterima kasih padanya selain mengucapkan ‘terima kasih? “Ah… aku bisa mentraktir

makanan atau membelikan sesuatu jika kamu mau?” dia menebak, tak yakin apakah itu yang diinginkan oleh Elan.

“Oh, kamu tak perlu melakukannya,” katanya acuh tak acuh.

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Tasya menghela nafas lega. Baguslah kalau begitu, karena aku juga sedang sibuk.

Ponsel Tasya bergetar saat itu, dan mereka berdua menoleh untuk melirik ponsel yang tergeletak di atas meja kopi.

Bahkan dari jarak tempatnya berdiri, Elan bisa melihat nama kontak si penelepon di layar ponsel; orang yang

menelpon adalah Nando.

Tasya pun pergi untuk mengangkat telepon itu. Satu-satunya ruang pribadi yang dia miliki di apartemen kecil itu

adalah kamar tidurnya sendiri, tempat dimana dia masuk dan menerima telepon, meskipun wanita itu membiarkan

pintunya masih terbuka.

‘Halo, Nando. Ada apa?”

“Tasya, izinkan aku pergi ke rumahmu dan menemanimu malam inil” Nando menawarkan dengan ceria sambil

berceloteh di ujung telepon.

“Kenapa kamu ingin pergi ke rumahku? Tidakkah kamu tahu kalau cuaca di luar sangatlah buruk? Kamu pasti akan

kebasahan bahkan sebelum kamu masuk ke dalam mobill”

“Tapi aku benar-benar mengkhawatirkanmu dan Jodi. Kalian berdua sangat takut dengan badai dan petir.”

Tasya merasa jantungnya terhimpit saat mengingat Elan yang masih berada di dalam apartemen. Dia pun buru-

buru menjawab, “Tidak, tidak, jangan datang. Jodi dan aku harus menghadapinya sendiri setiap saat. Oke, sudah

ya. Sampai jumpal”

Demikianlah, Tasya menutup teleponnya dan berbalik, wanita itu pun merasa sangat terkejut ketika melihat sosko

Elan yang tiba-tiba saja muncul di dalam kamarnya. Belum lagi, pria itu sudah berdiri tepat di belakangnya,

menatap Tasya seperti sedang menyelidikinya.

“Pak Elan, Kamu—* Tasya mengedipkan matanya lebar-lebar ke arahnya. Astaga, kenapa dia harus membuatku

takut seperti ini?

“Apakah kamu sudah tidur bersama Nando?” Elan bertanya dengan tidak bijaksana.

Tasya ternganga menatapnya, dibuat terdiam oleh pertanyaan pria itu. Tidakkah dia tahu bahwa mencari tahu itu

tidak sopan? Tasya pikir kalau Elan tidak memiliki hak untuk menyelidiki kehidupan pribadinya, tetapi wanita itu

tetap berterus terang ketika dia menjawab, “Tidak, memangnya kenapa?”

“Lalu seberapa dekat hubunganmu dengannya?” Elan mendesaknya, seolah-olah dia harus segera menyelesaikan

masalah itu.

Tasya memutuskan untuk bersabar dengan sikapnya karena semua bantuan yang telah diberikan oleh Elan

padanya sejauh ini. “Kami hanya berpelukan sebagai teman, jika itu yang sudah membuatmu penasaran.

“Apakah kalian sudah pernah berciuman?” dia bertanya, semakin rinci dalam setiap pertanyaannya.

Tasya berkedip, seolah tak dapat mengerti apa yang sedang terjadi saat ini. Kenapa aku harus menceritakan

semuanya hanya karena dia menanyakan hal itu? Lagipula, orang ini tampak semakin berbahaya setiap menitnya.

Aku tak bisa membiarkannya untuk tinggal di sini lebih lama lagi! Dengan senyum kecil, dia pun menyarankan, “Pak

Elan, ini sudah larut malam. Sebaiknya kamu segera pulang.”

Elan lalu menatapnya untuk waktu yang lama. Tasya baru saja mandi, dan aromanya terasa bersih, harum, dan

sangat memikat. Pria itu tiba-tiba menyipitkan matanya, dan seketika saja dia bisa merasakan dorongan hasratnya

yang telah mengambil alih alam bawah sadarnya sambil menatap Tasya layaknya seekor hewan pemangsa yang

sedang mengincar mangsanya.

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Tasya baru saja melangkah melewatinya ketika tangan Elan melesat keluar dan meraih pinggangnya. Dia terhuyung

mundur karena terkejut dan akhirnya tersandung pada kakinya. Dalam jalinan kaki dan lengan, mereka jatuh ke

tempat tidur dengan posisi Elan yang berada di atasnya.

Untuk sesaat, nafas Elan telah bercampur dengan semburan nafsu di udara. Tepat ketika Tasya akan mengatakan

sesuatu sebagai protes, Elan segera menangkupkan wajahnya dan menempelkan bibirnya ke bibir Tasya, menyegel

suara wanita itu sepenuhnya. Tasya hanya bisa mengeluarkan rengekan teredam ketika pikirannya juga ikut

menjadi kosong.

Di Juar kemauannya sendiri, Tasya merasakan nadinya berdenyut dibarengi dengan sebuah dengungan yang mirip

dengan arus listrik yang ringan; tubuhnya kini benar-benar menyerah pada ciuman Elan.

Ciuman Elan terkesan berani day agresif. Dia tidak menawarkan ruang untuk bernegosiasi atau pun udara ketika

dia mencumbu bibir wanita itu. Pada saat yang sama, tubuh Elan yang tinggi dan tegap menahan nafas darinya.

Tasya tak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan Elan menciumnya, dan baru setelah dia merasakan bahaya atas

tindakan ini, Tasya seperti merasakan seluruh indra di tubuhnya kembali lagi padanya. Matanya segera terbuka

lebar, dan saat dia selotot pada Elan, wanita itu mendorongnya untuk menjauh dengan kuat.

Elan akhirnya melepaskan ciumannya, dan ketika ujung hidung mereka bersentuhan dan garis pandang keduanya

telah bertemu, udara tampak semakin tebal dengan aura ketegangan. Keduanya tampak terengah engah dengan

suasana yang panas di antara mereka.

Tasya pun mulai menggigit dengan gerahamnya yang terkatup. “Lepaskan aku, Elan. Aku sudah

memperingatkanmu