We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Ruang Untukmu

Bad 963
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Ruang Untukmu

B

10 mutiara

Bab 963

Ani memuja Raditya dengan segenap hatinya karena sosoknya yang menarik kekaguman siapapun di sekitarnya.

Ani melihatnya sendiri, napasnya berpacu dan tangannya mengepal kencang. “Raditya.” Dia menyapa laki–laki itu

sebelum duduk di depannya.

Tersadar dari lamunannya, Raditya kemudian menatap Ani, yang sedang mengerucutkan bibirnya dan mengalihkan

pandangannya karena tidak berani menatapnya. “Kamu sudah datang.” Raditya membalas sapanya sambil

memberikan buku menu. “Ayo, kita pesan.”

“Kamu saja yang pesan. Saya tidak pilih–pilih soal makanan,” jawab Ani sambil tersipu malu.

Raditya memberi isyarat kepada pelayan, dan setelah berpikir sejenak, memilih empat jenis makanan. Setelah itu,

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

dia menuangkan teh untuk Ani.

Dia tersentak dan berdiri. “Saya bisa melakukannya sendiri.”

“Nona Ani, ada sesuatu yang penting yang ingin saya katakan kepadamu,” ucap Raditya sesopan yang dia bisa.

“Silakan saja.” Ani tidak sabar ingin mendengar apa yang akan dikatakannya dan matanya berkedip–kedip penuh

harap kepadanya.

“Saya ingin membatalkan pertunangan kita,” ucap Raditya, sambil menatapnya lekat–lekat.

Cangkir yang dipegang Ani jatuh ke meja dengan suara keras. Untung saja, hanya menyebabkan tumpahan kecil

dan cangkirnya tetap utuh. Ani gemetar, memandangi meja karena tidak menyangka dia akan memutuskan

pertunangan mereka setelah mengajaknya kencan. “Mengapa?” dia merasa amat sangat terluka dan sedih, dan

rasa putus asa pun melandanya.

“Maafkan saya. Ada seseorang lain yang saya suka.” Raditya mengernyit. Dia tidak tahu bagaimana memberitahu

dengan sopan, maka Ani pasti terluka.

“Kenapa tidak kamu katakan pada saya saat pesta makan malam waktu itu? Seharusnya kamu mengatakan bahwa

sudah memiliki seseorang di hatimu saat itu. Tentu saya tidak akan “Raut wajah Ani terlihat begitu memilukan dan

bibirnya mengerut. Dia telah mengalami cinta sepihak yang menyakitkan hanya dalam tiga bulan. Akhirnya

pertunangan mereka batal, sungguh sulit diterima olehnya.

Seperti blasa, segala sesuatunya tidak bisa diprediksi. Kehidupan percintaannya masih kosong saat pesta makan

malam itu. Namun, setelah hampir tiga bulan, seorang perempuan telah merebut hatinya. “Maafkan saya.” Laki–

laki itu meminta maaf.

Ani mengangkat kepalanya, matanya memerah, dan kemudian bertanya, “Tipe perempuan seperti apakah dia?

Apakah dia lebih berbakat daripada saya? Apakah dia lebih baik dibanding saya?” Dia tidak bisa mengakui bila

dirinya tidak sebaik perempuan yang disukai Raditya. Ani juga menganggap dirinya adalah pilihan yang baik karena

dia adalah perempuan yang percaya diri dan ceria.

26%

saya, tidak ada yang bisa menggantikannya.”

Anl mengambil tisu di sebelahnya lalu mengusap–usap matanya dengan kertas itu saat air mata mengalir di

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

pipinya. Kemudian pelayan tiba membawa hidangan yang mereka pesan. Raditya menyadari tubuh Ani yang

gemetar terisak–isak tanpa menyentuh makanan sama sekali dan tersedu–sedu saat dia mencoba

menenangkannya. “Saya yakin kamu akan bertemu dengan laki–laki yang jauh lebih baik daripada saya.”

Ani sedih, tetapi memikirkan kebahagiaan dan antisipasi anggota keluarganya terhadap pernikahan ini akan hancur

berkeping semakin menambah kesedihannya. Namun, dia bukanlah orang yang bergantung dan terus terpaku

pada masa lalu. Meskipun berusaha keras untuk bisa menerima kenyataan ini, Ani tetap menjaga sikapnya. Dia

menghela napas dalam–dalam, mengangkat wajahnya, dan menatap tajam laki–laki di hadapannya. “Pak

Laksmana, saya tahu betul kalau saya tidak cukup pantas untukmu, karena kamu adalah laki–laki yang

mengagumkan. Saya harap kamu… Maafkan saya… selamat menikmati makananmu.” Lalu dia mengambil tasnya

dan pergi meninggalkan restoran sambil menyeka air matanya. Yang dia butuhkan saat itu adalah tempat untuk

menangis, menumpahkan sedih hatinya.

Ani meninggalkan restoran dan pergi ke kafe terdekat. Sambil terus menangis, dia buru–buru meraih ponsel dan

menelepon Anita.

Anita sedang makan siang bersama ibunya di kantin kantor saat ponselnya berdering. Melihat layarnya, jantungnya

berhenti berdetak saat mengetahui Ani yang menelepon. Dia langsung menjawab teleponnya. “Halo, Ani?” Isak

tangis Ani, dan bukan suaranya, yang membalas sapa Anita dari seberang jalur seakan dia terlalu bingung untuk

bicara.