We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Tidak Ada yang Tidak Mungkin, Jangan Pergi Full Episode

Chapter Bab 107
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 107 Evelyn
Ketika bagian lain dari kalung itu diukir dengan Indah dan halus, jelas sekali kata di bagian belakang itu diukir oleh seseorang
yang tidak paham akan perhiasan. Sedikit kasar tetapi dapat
terbaca Eve.
Eve...

Ucapan Tetua Normando tiba-tiba terngiang di kepalanya. Sudah 10 tahun. Semenjak Evelyn meninggal, kupikir Finno tidak
akan pernah jatuh cinta pada seseorang lagi.Apakah kalung ini milik perempuan yang bernama Evelyn itu?Siapa dia? Apa dia
mantan kekasih Finno? Apa yang terjadi dengannya?
Dilanda rasa penasaran, Vivin pun mengeluarkan foto dari dalam laci.
Saat dia melihat foto-foto itu, tangannya kaku.
Di dalam foto itu ada seorang laki-laki dan perempuan dalam usia akhir belasan tahun.
Dengan mudah Vivin mengenali laki-laki muda ini sebagai Finno.
Itu adalah Finno ketika masih remaja; dia tidak terlihat dewasa seperti keadaannya sekarang. Di dalam foto itu, dia tetap terlihat
tampan tapi jauh lebih muda dan ceria.

Jika Finno sekarang ini ibarat the putih aromatik dan halus, maka Finno muda masa lalu pasti pastilah ibarat segelas whiskey,
kuat dan penuh kebanggaan. Namun, tetap tampan untuk memikat siapapun hanya dalam sekilas pandang.
Akan tetapi, yang sebenarnya menarik perhatian Vivin adalah gadis di dalam foto itu.
Dia sangat cantik. Saking cantiknya sampai Vivin tidak bisa mengalihkan pandangannya darinya.
Dia selalu beranggapan bahwa Alin itu cantik, tetapi bila dibandingkan dengan gadis ini, yang bak sekuntum mawar, Alin
hanyalah bunga anyelir. Pasti ada sesuatu yang gadis ini miliki yang tidak ada pada Alin.
Apakah gadis cantik ini... Evelyn? Pemilik kalung ini?.

Perasaan misterius menyelusup ke dalam hati Vivin.
Perasaan itu sama seperti yang dirasakan Vivin ketika berada di bangku sekolah dasar saat Haris mengikuti kata hatinya
dengan mengirimnya ke sekolah khusus. Saat pertama kali dia melihat Alin, gadis ini memakai gaun yang indah sedangkan
dirinya memakai baju bekas milik anak laki- laki tetangga. Kini Vivin merasakan kecemasan yang sama.
Vivin tenggelam dalam pikirannya. Dia bahkan tidak sadar suara air mengalir dari kamar mandi telah berhenti.
Sampai suara dingin bercampur marah mengusik telinganya.
1/2
“Vivin, apa yang kau lakukan?”
Seketika itu juga Vivin tersadar dari lamunannya, seakan seember penuh air dingin disiramkan ke arahnya. Dengan cepat dia
berdiri, menemukan Finno sudah ke luar dari kamar mandi. Finno berbalut piyama dan rambutnya masih basah. Matanya yang
dingin dan gelap tertuju tajam padanya.

Dengan masih memegang kalung itu, Vivin panik, merasa seperti pencuri yang tertangkap basah. “Finno, aku. Ahh!”
Dengan penuh kecemasan, ia berusaha menjelaskan sambil meletakkan kalung itu kembali ke dalam laci. Di saat dilanda
kegugupan, dia menjatuhkan kalung itu.
Rona di wajahnya menghilang.
Itu adalah kalung kristal! Bisa hancur bila terjatuh ke lantai!
Seketika itu juga Vivin berjongkok untuk menangkap kalung itu, melupakan tangannya yang cedera. Dia dapat merasakan
lukanya robek, tetapi pikiran tentang lukanya dia kesampingkan.
Namun, Finno lebih cepat darinya.
Finno merunduk setelah melangkah cepat dan menangkap kalung sebelum berbenturan dengan lantai.
Dengan begitu, Vivin hanya bisa menangkap angin, bukan kalung. Dia menghela napas lega setelah melihat kalung
terselamatkan.

Sebelum selesai mengatur napasnya, dia mendengar suara dingin Finno dari atas kepalanya.
“Vivin, bisa kau jelaskan apa sesungguhnya yang sedang kau lakukan?”
Detak jantungnya terasa berhenti sejenak. Saat mengangkat kepalanya, dia jelas melihat Finno menatapnya dengan tatapan
dingin sambil memegang kalung itu.
Dan ketika mata mereka berpandangan tajam, hatinya sakit seakan ada palu yang menghantamnya.
Dia tidak pernah berpikiran bahwa Finno akan menatapnya dengan dengan cara seperti ini.
Bahkan ketika mereka berdua belum kenal dekat satu sama lain dan Finno tidak peduli padanya, dia tidak pernah menatapnya
begini rupa.
Tatapan mengerikannya menggabungkan rasa jijik dan benci.
Bibir Vivin bergetar sebelum akhirnya dia berbisik, “Maafkan aku. Aku selalu melihatmu melamun setiap kali memandangi kalung
itu. Aku jadi penasaran..