Bab 1752
Hanya terdengar suara “Wush”, celana orang yang berbaju hitam it! sudah terbuka, pakaian dalam bunga-
bunganya pun terlihat.
“Hahaha ....”
Penonton di bawah panggung tertawa terbahak-bahak, pengawal Kasino Flames yang berwibawa ternyata
dipermainkan oleh seorang wanita.
“Sampah!” Raut wajah Dewi terlihat jijik, dia mencoba melepas rantai di tangannya dengan pisau belati itu, tapi
tetap tidak bisa, dia mulai mengerutkan dahinya.
Orang berkulit hitam ini menjadi marah karena malu, dia tidak berani lagi meremehkan kemampuan lawan dan
mengayunkan tinjunya ke arah Dewi.
Dewi menghindari serangannya dengan gesit seperti hantu, lalu dengan secepat kilat ke belakangnya dan
menusuknya, dia menggodanya seperti kucing mempermainkan tikus.
Orang berkulit hitam itu terus-menerus melawannya, bahkan rambutnya pun tidak tersentuh, malah tubuhnya
yang penuh luka. Dia semakin emosi.
Para penjudi di bawah panggung mulai mencemooh, menganggap remeh pengawal yang tinggi besar itu, karena
bahkan wanita yang lemah saja tidak bisa dia kalahkan.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Pembawa acara buru-buru mengedipkan matanya pada orang berkulit hitam lainnya.
Orang berkulit hitam lainnya segera maju, keduanya menyerang Dewi, satu di depan, satu di belakang.
Dewi tetap terlihat tenang, dia memanjat ke atas kandang dengan gesit, mengayunkan belatinya dan
menusuknya.
Salah satu orang berkulit hitam sadar dan menghindar, satunya lagi tertusuk olehnya.
Darah segar memercik ke wajahnya, bahkan matanya pun tidak berkedip. Dia mengambil pistol di pinggang
orang berkulit hitam itu, berbalik dan membidik pembawa acara itu, “Berikan kuncinya.”
Pembawa acara mengerutkan dahinya dan melambaikan tangannya sekali lagi.
Lima orang pengawal, semuanya naik ke panggung, dengan agresif mendekati Dewi.
Dewi menyipitkan matanya, tanpa ragu melepaskan tembakan ke arah si pembawa acara.
“Dor!”
“Argh!”
Pelurunya mengenai kaki kanan Pembawa Acara, dia kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai. Dengan satu
kaki, dia berlutut di depan Dewi.
“Astaga!”
Seluruh arena menjadi gempar.
Kali ini terjadi keributannya besar. Penguasa Kasino Flames sangat marah, tidak ada orang yang berani berbuat
keributan di sini.
Wanita ini malah menembak dan melukai pembawa acara, jelas-jelas cari mati.
“Berikan kuncinya!” Dewi memegang pistol, mendekati Pembawa Acara selangkah demi selangkah.
Kelima pengawal itu segera mengeluarkan pistol dan membidiknya, Dewi tetap tidak takut, berkata dengan
dingin dan sombong, “Penguasa Kasino Flames sungguh tidak berguna. Membayar pengawal yang semuanya
hanya bisa makan dan minum. Begitu banyak orang, bahkan menghadapi satu wanita pun tidak bisa!”
Dewi melihat sekilas sebaris pengawal di belakang Pembawa Acara, lalu mengangkat alis, serta berkata dengan
sombong, “Lebih baik, maju bersama saja!”
“Tidak tahu malu!”
Terdengar suara orang yang mabuk dan marah dari koridor lantai 2.
Dewi mengikuti arah suaranya, pandangannya langsung tertuju pada Lorenzo Moore ....
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
Dia duduk di kursi kulit berwarna merah darah dengan gaya arogan, dari atas ke bawah memancarkan aura
kesombongan, seolah dia dewa yang dikagumi semua orang!
Tanpa sadar, seperti semacam déja vu, sepertinya dia pernah bertemu orang ini ....
Namun, Dewi tidak bisa mengingatnya. Belakang kepalanya terasa sakit, dia menggeleng-gelengkan kepalanya,
mengatur pikirannya dan bertanya sambil memandang ke arah Lorenzo—
“Apa kamu Penguasa Kasino Flames? Suruh mereka berikan kuncinya, lalu antar aku keluar dengan hormat,
atau ...."”
Dia mengangkat pistolnya dan membidik Lorenzo, “Peluruku tidak punya mata!!”
Semua orang di sana terdiam dan tertegun.
Meski mereka tidak mengenal Lorenzo, tapi bisa duduk di ruangan itu, bahkan bos Kasino Flames saja berdiri di
belakangnya dan melayaninya dengan hormat, pria ini sungguh tidak bisa dipandang sebelah mata.
Terlebih lagi, auranya yang kuat cukup membuat orang takut dan gentar, kecuali Dewi.
Wanita ini sungguh tidak takut mati!
Lorenzo sedikitpun tidak memandang Dewi, seolah Dewi bukan sedang berbicara dengannya.
Pisau belati bulan sabit yang tajam itu masih berputar di tangannya, disertai aura pembunuh berdarah dingin.
“Kurang ajar! Berani-beraninya bicara seperti itu pada Tuan kami, turunkan pistolnya!!”