Bab 1762
Setelah sering mendengar panggilan ini, tiba-tiba Dewi menyadari suatu hal, sepertinya dia tahu siapa dirinya.
Hari itu, saat Dokter Jody membicarakan Tabib Dewa dan bilang kemungkinan tabib itu sudah tidak ada di dunia
ini lagi, amarah di hati Dewi langsung naik dan diam-diam memaki Jody.
Kemudian, saat Jasper menanyakan namanya, dia langsung berkata, “Tuan Dewi!”
Ternyata di alam bawah sadarnya, dia tahu namanya. Selain itu, kemungkinan dia memiliki hubungan yang
dekat dengan Tabib Dewa itu.
Siapa Tabib Dewa itu?
Begitu pemikiran ini muncul di benaknya, dia pun langsung merasa antusias.
Hari ini, tanpa sengaja dia mendengar bahwa Jasper mengutus orang ke mana-mana untuk mencari keberadaan
Tabib Dewa, maka dia pun berbaik hati mengingatkan, “Pergilah cari ke Negara Nusantara. Tabib Dewa
menguasai pengobatan tradisional, dia pasti orang Negara Nusantara!”
“Aku juga berpikir seperti itu, jadi sudah mengutus orang untuk pergi mencari.” Jasper mengangguk, “Kamu
tenang saja. Meskipun menemukan Tabib Dewa, juga tidak akan memengaruhi bayaran pengobatanmu.”
“Baguslah kalau begitu.”
Dewi tersenyum riang. Jika menemukan Tabib Dewa, dia pun akan tahu siapa dirinya sebenarnya.
Juga bisa pulang ke rumah
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Setelah beristirahat selama tiga hari, bahan obat herbal yang disiapkan oleh utusan Jasper akhirnya dikirimkan
kemari.
Dewi berpesan pada Jasper agar merebus bahan-bahan obat selama 4 jam sesuai resep yang dia berikan, lalu
menuangkannya ke dalam bak mandi dan minta Lorenzo berendam di dalamnya. Kemudian, dia akan datang
untuk menusukkan jarum akupuntur padanya.
Jasper segera melaksanakannya.
Dewi sudah memilih peralatan medis dan membuat kotak medis yang baru untuk dirinya sendiri, lalu
mensterilkan jarum perak.
Setelah segala persiapan sudah beres, Jasper secara pribadi datang memanggilnya, “Tuan Dewi, semuanya
sudah siap.”
“Hm, ayo.”
Dewi mengira Lorenzo berendam di dalam bak mandi kamarnya..
Namun, Jasper malah membawanya ke permandian air panas yang ada di taman. Melihat pemandangan di
depannya ini, Dewi langsung tertegun.
Obat herbal, yang mendidih di dalam kolam permandian, mengeluarkan uap panas. Di sekitar kolam, penuh
dengan bunga magnolia.
Sedangkan Lorenzo, sedang berendam di dalam kolam sambil memejamkan mata. Tubuh telanjangnya terlihat
sedikit kurus, tetapi sangat kekar dan berotot, masih ada otot perut yang sangat seksi dan terasa liar.
Di bawah cahaya rembulan, kulit yang kecoklatan itu memancarkan aura yang menggoda. Keringat menetes di
wajahnya yang tampan, perlahan-lahan jatuh ke dalam kolam obat herbal.
Pemandangan ini bagaikan khayalan, sangat indah dan romantis.
Pemandangan indah, orangnya juga tampan.
Lorenzo sungguh memiliki wajah yang bisa membuat orang terlena, lebih canitk dan sempurna daripada wanita.
Terlebih penampilannya yang tenang, membuat hati orang tersentuh saat melihatnya.
Entah mengapa jantung Dewi berdebar semakin cepat, tanpa sadar tatapan matanya menelusuri tubuh Lorenzo,
ia tak bisa menahan diri untuk menelan ludah.
Namun, dalam hati, dia berkali-kali mengingatkan dirinya sendiri, Tahan, jangan mesum, jangan mesum. Kamu
adalah orang yang bermoral!*
“Tuan Dewi, Tuan Dewi....”
Jasper berteriak beberapa kali, barulah Dewi tersadar. Dia buru-buru menarik kembali pikirannya, lalu terbatuk
beberapa kali untuk menutupi kecanggungannya.
“Sudah bisa dimulai?”
Melihat raut wajah Dewi sedikit aneh, tentu saja Jasper merasa sedikit khawatir, ‘Dia tidak mungkin seorang
penipu, ‘kan?’
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
“Hm.” Dewi merespons seadanya. Dia membuka kotak medisnya, mengeluarkan tas yang berisi jarum perak,
lalu berjalan ke belakang Lorenzo dan mulai menusukkan jarum.
“Jika kamu berani berbuat macam-macam, habislah kamu.”
Suara Lorenzo sangat enak didengar. Di malam yang tenang, suaranya yang rendah terdengar sangat seksi dan
memikat.
“Ugh...” Dewi sama sekali tidak tegang, malah berkata tanpa tahu malu, “Tenang saja, aku tidak rela
membunuhmu.”
“Hm?” Lorenzo mengerutkan kening.
“Maksudku adalah kamu adalah pohon uang dan mesin pencetak uangku. Bagaimana mungkin aku rela
membunuhmu?”
Dewi buru-buru menjelaskan.
Lorenzo tidak memedulikannya. Dia, yang tidak pernah dekat dengan wanita, juga tidak pernah punya
pengalaman saling menggoda dengan wanita, tentu saja tidak memikirkannya terlalu serius.
“Aku akan mulai, rilekskan tubuhmu, ini tidak sakit!”
Dewi mulai menusukkan jarum, dengan cepat titik akupuntur yang berkaitan di bagian kepala, pundak, dan
tengkuk Lorenzo sudah ditusuk dengan banyak jarum perak.
“Sekarang berbaliklah, aku mau menusuk titik akupuntur di pinggangmu ...*